Kamis, 14 Oktober 2010

NASARUDDIN AL-TUSI

NASARUDDIN AL-TUSI
Oleh: Ahmad Rosyidi
Dosen Pembimbing: Mutamakin, S. Fil, M.A

I. PENDAHULUAN
Sejarah merupakan salah satu tolak ukur dalam kehidupan yang akan datang dan sejarah bisa dianalogikan dengan cermin, karena dengan sejarahlah kita bisa mengambil pelajaran darinya. Al-Quran dalam salah satu suratnya yang ke-28 mengunakan nama al-Qashash yang mempunyai arti cerita atau kisah dan nama surat yang ke-78 al-Naba yang berarti kabar besar. Bung Karno pernah pernah mengucapkan, “jasmerah” (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah). Dari sinilah bahwa sejarah sangat penting untuk kita pelajari dan direnungi.
Tidak ada sejarah intelektual di dunia Islam yang begitu menantang dalam benak pikiran kita selain sejarah filsafat, baik yang berupa sejarah murni maupun sejarah tasawuf falsafi. Fisafat di dunia Islam terbagi menjadi dua golongan yaitu dari timur dan barat. Timur diantaranya al-Kindi, Ibnu Sina, dan al-Ghazali, sedangkan dari barat salah satunya adalah Ibnu Rusyd.
Pada masa setelah tokoh kenamaan Ibnu Rusyd dalam bidang filsafat (w. 595 H/1198 M.) dari Cordova, munculah tokoh-tokoh cendikiwan muslim diantaranya Nasaruddin al-Tusi, Muhammad Iqbal dan Mulla Sadra. Di makalah ini, penulis akan membahas Nasaruddin al-Tusi, ia adalah salah satu ilmuan yang berpengaruh pada waktu itu, karena ia menguasai berbagai disiplin ilmu, diantaranya Fisika, sejarah, astronomi dll.
Bedasarkan pada judul di atas, penulis akan membahas sejarah kehidupan, pendidikan, hasil karya dan ajaran Nasaruddin al-Tusi yang notabene ia adalah ilmuan kanamaan di dunia Islam dan Barat.

الإضطرار لايبطل حق الغير اذااجتمع الحلال والحرام غلب الحرام

الإضطرار لايبطل حق الغير
اذااجتمع الحلال والحرام غلب الحرام
Oleh: Rosyidi
Dosen Pembimbing: Ust. H. Zainu Zuhdi, Lc. M.Hi.
I. PENDAHULUAN

Kaidah fikih merupakan ilmu yang sangat urgen, mengingat nash-nash al-Quran dan al-Hadist hanya menguraikan secara global, sementara problematika kehidupan yang kita hadapi makin kompleks khususnya Negara Indonesia, sehingga diperlukan suatu metode dalam menggali dari kedua sember tersebut.
Para ushuliyin (ulama ushul fikih) kemudian menggali hukum dari al-Quran dan al-Hadist, mereka memerlukan salah satu metode yaitu kaidah-kaidah untuk memformulasikannya, kaidah ini menjadi salah satu aset berharga dalam peradaban Islam khususnya dibidang yurisprudens yang berfungsi sebagai solusi dalam problem kehidupan yang makin hari makin krusial, baik individu maupun kolektif. Ini sebagai bukti betapa para cendekiawan muslim sangat peduli terhadap khasanah keilmuan.
Dalam kehidupan kita ini, tidak lepas yang namanya problem baik internal maupun eksternal, kedua problem apabila kita tidak menyikapinya dengan penuh kearifan akan menimbulkan mafsadat (kerusakan) lebih besar, sedangkan agama Islam melarang hal itu. Oleh karena itu penulis berupaya menjelaskan dalam makalah ini, pertama:لايبطل حق العير الإضطرار kaidah ini adalah sebagai landasan yang mengedepankan keseimbangan antara hak dan kewajiban sebagai zoon politican (makhluk sosial). yang selalu berinterksi dengan alam sekitar. , kedua: اذاجتمع الحلال والحرام غلب الحرام kaidah ini juga sebagai solusi yang mengedepankan ihthiyat (kehati-hatian) ketika kita dihadapkan dengan suatu hukum paradoks, sehingga kita mendapatkan kebahagiakan di dunia dan akhirat.
”Jika terbiasa menantang maut apa artinya menyebrangi tanah berlumpur”, begitulah pepatah mengatakan. Penulis sadar makalah ini penuh dengan kekurangan, maka kritik, saran yang membangun dari teman-teman kami harapkan, demi perbaikan makalah-makalah berikutnya.

المعلق بالشرط يجب ثبوته عندثبوت الشرط كل شرط يخالف أصول الشريعة باطل

المعلق بالشرط يجب ثبوته عندثبوت الشرط
كل شرط يخالف أصول الشريعة باطل
Oleh: Rosidi
Dosen pembimbing: Ust. H. Zainu Zuhdi, Lc. M.Hi
.
I. PENDAHULUAN
Perubahan sosial sejalan dengan perkembangan teknologi dan sistem ekonomi serta kemajuan aspek-aspek kehidupan lainnya yang menuntut suatu panduan agama yang memiliki relevansi dengan perjalanan hidup manusia. Kehidupan manusia dengan perubahan yang begitu cepat dengan perkembangan seperti di atas itu tidak lepas dari problem-problem yang ditimbulkan dari gejala itu. Dengan perkembangan yang begitu signifikan membuat kebanyakan manusia sulit untuk mengimbanginya, dalam artian manusia untuk memenuhi kebutuhannnya dengan mengalalkan segala cara, karena lepas dari panduan agama. Seperti halnya dalam masalah syarat-syarat mu’amalah yang tidak sesuai dengan prinsip syari’at dan masalah sosial masyarakat yang mengharuskan adanya syarat, namun pada prakteknya syarat itu diabaikan. Contoh-contoh akan kami jelaskan pada pembahasan nanti.

Sejarah Hadits Prakodifikasi;Pada Masa Nabi Saw., Pada masa Sahabat dan Tabi’in

Sejarah Hadits Prakodifikasi;Pada Masa Nabi Saw., Pada masa Sahabat dan Tabi’in
Oleh: Rosyidi
Dosen Pembimbing: Ust. Drs. Damanhuri, M.A
BAB I
PENDAHULUAN
Apabila kita menggunakan kata sejarah, kita secara naluri berfikir masa lampau, ini adalah sebuah kekeliruan. Sebab sejarah sebenarnya adalah sebuah jembatan yang menghubungkan masa lampau dan masa kini dan sekaligus menunjukan arah masa depan.
Hadist adalah salah satu pedoman hidup umat islam dimana kedudukan hadits disini adalah sebagai sumber hukum islam yang ke-2 setelah al-Quran. Didalam ilmu hadits pun terdapat pula sejarah dan perkembangan hadits pada masa prakodifikasi. Mudah-mudahan dengan mengetahui sejarah prakodifikasi hadits kita menjadi bijak dan arif dalam menghadapi zaman yang serba instan dan bisa membawa misi islam Rahmatan lil’alamin.
Tiada gading yang tak retak, begitulah pepatah mengatakan. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1)Hadist pada Masa Rasulullah SAW
Membicarakan hadits pada masa Rasul SAW berarti membicarakan hadits pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasul sebagai sumber hadits.
Rasul membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
Cara Rasulullah menyampaikan hadist
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat dalam urusan agama dan dunia. Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam majelis Nabi Saw. untuk memperoleh patuah-patuah Rosulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa begitu juga profesi mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka berkumpul bersama Nabi Saw. pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya. Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir (ikhadz)
Keadaan para sahabat dalam meneriama dan menguasai hadist
Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits bertanya langsung kepada Nabi Saw. dalam problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti masalah hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitabnya dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu saudara karena radla’ (sepersusuan). Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat bertanya langsung. Apa bila masalah biologis dan rumah tangga, mereka bertanya kepada istri-istri beliau melalui utusan istri mereka, seperti masalah suami mencium istrinya dalam keadaan puasa.
Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi Saw., melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul kesamaran dengan al-Quran.
Aktifitas menulis hadist
Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rosulullah, ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi Saw.,hanya saja kebanyakan dari mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir kehidupan Rosulullah.
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi Saw. penulis akan mengutip satu hadist hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan menulis.
Rasulullah Saw. bersabda:

لاتكتبو اعنّى شيئا غير القران فمن كتب عنىّ شيئا غير القر ان فليمحه.
” jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”. (HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)

Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr, Nabi Saw. bersabda:

اكتب فو الذى نفسى بيده ما خرج منه الاالحق.
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang hak”.(Sunan al-Darimi)

Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
• Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
• Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.
• Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya.
2) Hadist Pada Masa Sahabat Dan Tabi’in
A.Hadist pada masa sahabat
Periode kedua sejarah perkembangan hadist, adalah periode setelah wafatnya Rasulullah Saw., yang biasa kita kenal dengan masa sahabat, khususnya masa Khulafa Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar 11 H. sampai 40 H, masa ini juga disebut dengan sahabat besar.
Sahabat dan Periwayatan Hadist
Pada masa menjelang kerasulannya, Rasul SAW berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadist serta mengerjakannya kepada orang lain sebagai mana sabdanya:

عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم- قَالَ « تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه

”Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan tersesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnahku ” (H.R Malik).

Perlu diketahui oleh kita, walaupun ini bukan pembahasan dalam makalah ini, tapi untuk sekedar informasi untuk teman-teman bahwa hadist ada dua jalan sahabat dalam meriwayatkan hadist dari Rasul saw.
• Abu Bakar
Imam Hakim meriwayatkan dari Qasim bin Muhammad dari siti ‘Aisyah ra., ia berkata:” Ayahku telah mengumpulkan hadist dari Nabi Saw. sejumlah lima ratus hadist, setiap malam ia mengulang-ulang beberapa kali…, setelah itu ia membakarnya.
• Umar bin khatab
Umar bin Khatab ra. Pernah ingin mengumpulkan dan menulis hadist, beliau bermusyawarah dengan para sahabat Rasul lainya dan mereka menyetujui ide tersebut. Kemudian Umar beristikharah selama sebulan. Namun, rupanya Allah belum menghendaki. Kemudian ia berkata:” Aku ingin menulis sunnah, setelah itu aku ingat kaum sebelum kamu sekalian menulis kitab, mereka memfokuskan pada tulisan itu, kemudian ia meninggalkan kitab Allah. Demi Allah sesungguhnya aku tidak akan mencampur kkitab Allah (al-Quran) dengan yang lain selamanaya.
Masih banyak sahabat-sahabat lain yang bersikap penuh kehati-hatian, diantaranya Ustman bin ‘Affan, Ali bin Abu Thalib, abu Musa dll, penulis tidak akan menjelaskan itu semua dalam makalah yang singat ini.
B. Hadits pada masa tabi’in
Tabi’in telah belajar kepada para sahabat, sehingga ia banyak mengetahui hadist Rasulullah dari para guru-guru mereka (sahabat), disamping itu mereka mengetahui para sahabat tentang keengganan menulis hadist dan sahabat memperbolehkannya, sehingga karakter tersebut diwariskan kepada para tabi’in besar, sehingga masa ini belum ada hadist yang terkodifikasikan.
BAB III
SIMPULAN

Sejarah hadist pra kodifikasi terbagi menjadi beberapa bagian, untuk lebih mudah memahaminya, berikut uraiannya.
I. Hadist Pada Masa Rasul SAW
Dalam masa ini ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan masa itu:
• Cara rasul menyampaikan hadist, melalui jamaah pada majlis-majlis, ceramah dan pidato di tempat-tempat terbuka seperti pasar, dan lain-lain.
• Pemeliharaan hadist melalui hafalan dan tulisan.

II. Hadist Pada Masa Sahabat
Kehati-hatian para sahabat dalam hal pembukuan hadist dan pada masa itu belum ada pembukuan secara resmi, dikarenakan beberapa hal yang diantaranya adalah :
• Agar tidak memalingkan perhatian umat Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
• Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam.
• Soal membukukan hadist, dikalangan sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat.

III. Hadist pada masa tabi’in
Pada masa ini juga kejadianya seperti pada masa sahabat, sehingga blum ada hadist yang terkodifikasi.

Daftar Rujukan

Imam Malik. Muatha. Maktabah Syamilah. Vol 2 hlm. 900.
Syuhbah M.M Abu Syuhbah. 1999.Kutubus Sittah.Terjemahan oleh Ahmad Usman. Surabaya: Pustaka Progressif.
Muhammad Ajjaj al-Khatib. 1998. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Kairo: Maktabah wahbah.
Mushtafa as-Suba’i. 2003 Assunnah. Kairo: Dar-Assalam.
Mana’ al-Qathan. 1989. Tarikh al-Tasyri’ al-Islami. Kairo: Maktabah Wahbah.
Subhi al-Shalih. 1997.Ulum al-hadist wa Mushtalahuhu. Beirut: Dar al-Ilmi Li al-malayin.

Rabu, 13 Oktober 2010

FAJAR KEBANGUNAN ULAMA Biografi K.H. Hasyim Asy’ari

RESENSI BUKU

Oleh: Rosidi
Dosen Pembimbing: Dr. Arif Zamhari, Ph.D.

DATA BUKU
Judul : FAJAR KEBANGUNAN ULAMA Biografi K.H. Hasyim
Asy’ari
Penulis : Drs. Lathiful Khuluq, M.A.
Bahasa : Indonesia
Penerbit : LKiS, Yogyakarta (2000)
Cetakan : I Januari 2000
Tebal : 150 halaman
ISBN : 979-8966-37-6

Dalam buku ini, Luthiful Khuluq mencoba menawarkan kajian pemikiran agama dan aktifitas politik KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947), pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan Nahdhatul Ulama yang cukup komprehensif mengenai biografinya. Buku biografi ini membahas kehidupan, latar belakang pendidikan dan lingkungan pesantren KH. Hasyim Asy’ari untuk memahami karir dan kejadian-kejadian yang mengilhami beliau. Sebagaimana yang terdapat dalam bab satu, kombinasi kesempatan yang disediakan oleh keluarganya serta kerajinan dan kecerdasanya, K.H. Hasyim Asy’ari dapat memperoleh kesuksesan.
Di dalam riset untuk penulisan tesis ini, Luthiful Khuluq menggunakan data-data yang bersumber antara lain:
1. Bahasa Indonesia, seperti buku Biografi 5 Rais ‘Am Nahdhatul Ulama (1995), Kemelut NU, antara Kiai dan Politisi (1982), Perang di Jalan Allah (1987) dan lain-lain.

Muhammadiyah dan Persis, Syarikat Islam dan Jong Islamieten Bond. NU. Masyumi

Oleh : Achmad Rosyidi

I. PENDAHULUAN

Organisasi Masyarakat (ormas) adalah salah satu kumpulan yang didirikan oleh sekelompok masyarakat tertentu yang dipimpin oleh seorang tokoh karismatik, mereka berperan sebagai pioner pembagunan masyarakat tersebut.

Indonesia adalah bangsa yang pluralis baik agama, suku dan budaya, sehingga ormas tumbuh dan berkembang berbagai corak dan bentuk sesuai dengan keadaan stuasi dan kondisinya. Di makalah ini akan dibahas enam ormas yang menurut penulis, sangat berpengaruh dalam membangun bangsa ini baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, yaitu Muhammadiyah, Persis, SI (Syarikat Islam), Jong Islamiten Bond, NU dan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).

Ormas-ormas tersebut adakalanya concern terhadap sosial keagamaan seperti Muhammadiyah dan Persis seperti pendidikan dan kesehatan walaupun di dalamnya terkadang terlibat politik tapi tidak praktis, ada yang tarik ulur antara politik praktis dan sosial keagamaan seperti NU yang sampai akhirnya fokus terhadap sosial keagamaan yang di kenal dengan istilah khittah pada tahun 1984 yang dipelopori oleh dua tokoh, KH. Ahmad Shidiq dan KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), dan ada ormas hanya concern terhadap politik seperti Syarikat islam, Jong Islamiten dan Masyumi.

Ormas Islam jika ditinjau dari sejarah pra kemerdekaan Indonesia, mereka sangat berjasa untuk kemerdekaan Negeri ini sampai sekarang mereka tetap eksis dalam pembangunan bangsa ini seperti kedua Ormas besar ini, Muhammadiyah dan NU. Patut kiranya kita mempelajari sejarahnya, agar kita bisa mengambil ibrah dari perjuangan mereka yang pantang mundur demi masa depan Negeri ini lebih baik .

Penulis yakin isi makalah yang singkat ini tidak bisa menelaskan secara detail, karena tema yang di bahas sangat banyak dan luas. Mungkin makalah ini hanya sebagai stimulus atau informasi dasar sejarah tema di atas.